Resep Cuanki
Weekend lalu, abang saya, Mbak Wulan, tiba ke Jakarta bersama suaminya, Mas Moko, dan putra semata wayangnya, Ellan. Kami pun semua berkumpul dan berencana makan malam bersama di sebuah resto steak di kawasan Cipete. Meeting point kami di rumah adik saya, Wiwin, di Mampang. Karena program mulai jam tujuh, saya tiba ke rumah Wiwin sekitar pukul lima sore. Sayangnya Ibu saya kali ini tidak ikut bersama kami alasannya yaitu pulang ke Paron, rumah Paron sedang proses ditawarkan untuk dijual, beberapa renovasi diperlukan. Berkumpul dengan saudara ibarat ini selalu kami nantikan, terutama dengan abang saya, Mbak Wulan, yang paling jauh rumahnya di Batam, walau reuni itu hanya sekejap alasannya yaitu keesokan harinya abang saya sudah harus kembali ke Batam.
Di malam Minggu, resto steak tidak bersedia dibooking. Pengunjung memang tidak mengecewakan membludak sehingga seringkali harus waiting list jikalau kita kesana ketika weekend. Saya lantas bersama Wiwin dan suaminya, Azy, pergi lebih dulu untuk memastikan meja tersedia, sementara adik saya Tedy berangkat belakangan alasannya yaitu menunggu si bungsu, Dimas, yang gres jalan dari tempat kosnya di Grogol. "Mau ikut tante berangkat duluan?" Tanya saya pada kedua putri Tedy yang bagus dan 'unyu-unyu', Kirana dan Aruna. Aruna yang berusia tiga tahun mengangguk antusias, sementara kakaknya yang berusia lima tahun terlihat ragu. "Bener nih mau ikut?" Ulang saya tidak percaya. Kedua bocah ini biasanya nempel ke Ibunya ibarat perangko dan susah jikalau diajak pergi tanpa kedua orang tuanya. "Eh ntar nangis lho," kata Tedy memperingatkan saya yang menggendong Aruna, dan menggandeng Kirana menuju ke mobil. "Udah biarkan saja, mereka mau ikut kok," kata Diar, istrinya. "Ini bawa susu kotaknya dulu, nanti buat dijalan kalau rewel," instruksi Tedy sambil menyodorkan dua buah kotak susu ke Wiwin.
Kami pun berangkat lebih dulu bersama kedua bocah cilik yang mengejutkannya tampak anteng di awal perjalanan. Tiba di Senopati, jalanan mulai padat merayap, kedua bocah yang tadinya asyik memandang jalanan sekarang mulai bosan. Si abang kemudian iseng menepuk-nepuk pundak adiknya, dan si adik membalas dengan pukulan. Tidak terima dipukul Kira balas memukul dan dalam sekejap mereka berdua pukul-pukulan. Saya pribadi menarik Kirana dan adik saya, Wiwin, menggendong Aruna kepangkuannya. "Haduh, gimana ini, mereka mulai ngamuk," kata Wiwin panik. "Susu, kasih susu! Mana susunya?" Tanya saya mencari ke dalam tas dan gres teringat jikalau susu kotak tersebut masuk kedalam tas Wiwin. "Susunya kan ada dalam tas mu", kata saya mengingatkan. "Oh iya, saya lupa. Udah usang nggak punya bayi, jadi grogi," jawab adik saya tertawa. Dengan susu ditangan, kedua bocah kecil ini pun anteng. Kami lantas mengalihkan perhatian dengan menyuruh mereka mencari minimart di tepian jalan dengan alasan untuk membeli susu yang banyak. Untungnya sehabis perutnya terisi susu, bocah-bocah cilik ini menjadi damai sampai kami tiba di resto.
Tidak terlalu usang menunggu, semua anggota keluarga mulai berdatangan dan berkumpul. Steak lantas dipesan, "Steak apa yang direkomendasikan Mas?" Tanya Wiwin ke petugas yang mendatangi meja kami. "US atau wagyu Bu, empuk dan juicy," jawab si Mas petugas. Karena tidak mau repot, Wiwin memutuskan semuanya mendapat sajian yang sama yaitu tenderloin US, sementara bawah umur sebagian pasta, sosis dan salmon. Kami bahkan tidak mengecek harga seporsi tenderloin US ketika itu. Tak usang ngobrol ngalor ngidul bertanya kabar masing-masing, steak pun tiba ke meja. "Eh dagingnya empuk banget ya! Enak nih, beda sama terakhir kali kita makan disini," komentar saya dengan nada surprised. "Iya nih, kok lebih empuk dari biasa ya," balas adik saya dengan nada keheranan. Potongan tenderloin yang juicy, lembut dan super empuk bisa menciptakan semua khusyuk mengheningkan cipta di depan piring masing-masing, sampai higienis tak bersisa.
Perut kenyang, dan waktu yang sudah menawarkan jam setengah sembilan, akibatnya kami memutuskan untuk pulang. Saya lantas meminta kwitansi ke petugas, dan ketika print out tersebut diserahkan mata saya terbelalak dengan harga yang tertera disana. Pantas saja steaknya lebih empuk dari biasa, harganya dua kali lipat dari steak yang biasa kami pesan! "Win, pantes empuk! Mahal bo!" Bisik saya ke Wiwin yang duduk disebelah bangku saya. Adik saya ikut membaca bill tersebut, "Hah, bukannya biasanya sembilan puluh ribuan ya?!" balasnya balik bertanya. "Apaan sembilan puluh ribu, itu lokal kali, ini kan US punya," jawab saya. Kakak saya yang gres saja kembali dari toilet dan duduk diseberang kami melihat bill tersebut dan pribadi memintanya, "Eh kwitansinya kasih ke saya saja." Saya membacanya sekali lagi untuk mengecek pesanan dan dengan bahagia hati menyerahkan selembar kertas tersebut. "Untung bukan saya yang bayar," kata adik saya Wiwin, sambil cekikikan. "Untung saya hanya bab mengecek pesanan saja," jawab saya ngakak. Sebenarnya saya memang tidak perlu pusing dengan urusan membayar makanan jikalau bersama abang saya, Wulan, atau adik saya, Wiwin, mereka berdua selalu dengan bahagia hati menuju ke kasir untuk menyelesaikannya. ^_^
Berjalan menuju ke parkiran, saya menggendong si kecil Una, sementara kakaknya, Kira, bersama Ibunya ke toilet. "Ikut tante lagi ya?" Tanya saya, dan bocah itu menganggukkan kepalanya. "Eh kok ia ikut kita lagi? Nanti kalau nangis gimana?" Tanya Wiwin galau melihat saya membawa Una ke dalam mobil. "Dia mau kok," jawab saya enteng. Una duduk dengan manisnya, namun ketika kendaraan beroda empat hendak berjalan tiba-tiba bunyi lucunya terdengar, "Tutu tata," katanya. "Apa itu tutu tata?" Tanya saya, dan semua sibuk berusaha mengartikan kata tersebut. "Tutu tata", lagi-lagi Una berkata dan dilanjutkan dengan "Tutu Mama." Kami lantas berhenti ketika melihat Tedy yang sedang berjalan ke mobilnya yang diparkir tidak jauh dari situ. Wiwin menggendong Una keluar dan membawanya ke sang Ayah. "Ted, ia bilang tutu tata terus-terusan apaan itu?" Diar tertawa mendengarnya, "Tunggu abang maksudnya, ia nggak bisa dipisahkan sama Kira". Oalah! Akhirnya daripada ditengah jalan terjadi banjir air mata, kami kembalikan Una ke Ibunya. Saat tiba dirumah, iseng saya bertanya ke Aruna, "Una, tutu tata itu apa?" Bocah itu pribadi menunjuk ke arah kakaknya, "Ini tutu tata," jawabnya menggemaskan, dan menunjuk ke Ibunya, "Ini tutu Mama," saya tak tahan untuk tidak menciumi pipi bakpaunya yang montok.
Wokeh menuju ke resep cuanki kali ini. Makanan ini bekerjsama sama ibarat bakso Malang, kata cuanki yaitu akronim dari 'cari duit jalan kaki' yang merepresentasikan pedagang cuanki yang menjajakan dagangannya memakai pikulan keliling kampung dan gang. Perbedaan cuanki dengan bakso Malang hanya ukuran butiran baksonya yang super imut sehingga di setiap mangkuk kita mendapat banyak pentol bakso perporsinya. Selain bakso, cuanki juga dilengkapi dengan tahu isi campuran bakso dan pangsit goreng. Saya sudah usang 'ngiler' dengan makanan ini, apalagi dengan kondisi tubuh yang sedang flu dan batuk yang mendera dua ahad belakangan ini menciptakan makanan hangat berkuah menjadi sajian yang diidamkan.
Proses membuatnya sama ibarat campuran bakso umumnya, hanya kali ini saya campur antara daging ayam dengan daging sapi. Rasanya tidak mengecewakan nendang, aroma ayam tidak sekuat bakso yang terbuat dari daging ayam murni, namun masih mendapat rasa gurih daging sapi. Sebagaimana proses menciptakan bakso umumnya maka proses menggiling daging menjadi hal yang penting dan perlu ekstra perhatian. Adonan harus berkembang menjadi pasta yang super smooth untuk menghaslkan bakso yang kenyal.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Cuanki
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 5 - 6 porsi
Tertarik dengan resep sejenis lainnya? Silahkan klik link dibawah ini
Bahan bakso:
- 200 gram fillet ayam, potong kasar
- 200 gram daging sapi, potong kasar
- 1 putih telur
- 2 sendok makan tepung tapioka/sagu
- 3 siung bawang putih, cincang kasar
- 1/4 sendok teh merica bubuk
- 1 sendok makan minyak goreng
- 1 sendok teh garam
- 1 sendok teh gula pasir
- 1/2 sendok teh baking powder (optional)
- 50 - 100 ml air es (atau 4 kotak es batu/ice cube)
Bahan lainnya:
- 8 buah tahu goreng bentuk segitiga
- beberapa lembar kulit pangsit
Bahan kaldu:
- 1 sendok makan margarin untuk menumis
- 6 siung bawang putih, cincang sehalus mungkin
- 1500 ml kaldu sapi
- 2 sendok teh garam
- 1 batang daun bawang rajang halus
Bahan pelengkap:
- sambal cabe rawit (rebus cabe rawit sampai matang dan haluskan di blender)
- irisan jeruk nipis
Membuat bakso:
Siapkan chopper/food processor, masukkan daging ayam, daging sapi dan semua bumbu bakso kedalam mangkuk chopper. Tambahkan 50 ml air es atau ice cube. Proses sampai smooth.
Note: Jika mangkuk chopper terlalu kecil, bagi porsi materi menjadi 2 bagian.
Proses sampai campuran berkembang menjadi pasta yang kental dan pekat, serat daging harus tidak terlihat. Tahap ini penting untuk menghasilkan bakso yang kenyal dan elastis. Jika campuran terlalu kaku, tambahkan sedikit air es. Adonan yang terlalu pekat agak susah dibuat dengan tangan. Hati-hati dengan air es/es batu, terlalu banyak juga akan menciptakan bakso lembek.
Keluarkan campuran masukkan ke mangkuk, remas dan banting adonan sekitar 10 x untuk menciptakan campuran kompak dan serat menyatu. Sisihkan.
Siapkan panci masukkan 1,5 liter air dan rebus sampai mendidih. Matikan api kompor. Sisihkan 1/2 campuran bakso, bentuk campuran dengan sendok/tangan ukuran bulatan kecil. Ceburkan ke air panas, lakukan sampai campuran untuk bakso habis.
Bagi dua sisa 1/2 campuran bakso lainnya, kita akan menggunakannya untuk mengisi tahu goreng dan kulit pangsit. Iris bab sisi tahu goreng segitiga, jejalkan 1/2 sendok makan campuran bakso kedalamnya. Rapikan permukaannya, masukkan tahu berisi campuran bakso ke panci.
Rebus sampai semua bakso dan tahu mengapung dan matang. Tiriskan bakso dan tahu dari air rebusannya.
Siapkan kulit pangsit, ambil selembar kulit. Isi 1/2 sendok makan campuran bakso. Lipat kulit pangsit sampai isi tertutup. Lakukan sampai campuran habis. Goreng pangsit di minyak panas sampai coklat dan matang. Angkat, dan sisihkan.
Membuat kuah:
Siapkan panci, panaskan margarin. Tumis bawang putih sampai harum dan matang. Angkat.
Siapkan panci bekas merebus bakso, masukkan 1500 ml kaldu sapi, tuangkan tumisan bawang putih. Rebus sampai mendidih. Masukkan garam, dan daun bawang. Cicipi rasanya. Angkat.
Bakso, tahu, dan pangsit bisa dimasukkan pribadi ke kuah dipanci, atau terpisah, ketika disajikan gres kuah dituangkan di mangkuk. Sajikan cuanki dengan sambal rawit dan irisan jeruk nipis. Super yummy!
